Selasa, 10 September 2013

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang
1.2    Rumusan Masalah
1.3    Tujuan Penulisan
BAB II METODE PENULISAN
2.1 Metode Penulisan
BAB III PEMBAHASAN
      3.1 Pengertian
      3.3 Etiologi
      3.4 Patofisilogi
      3.5 Manifestasi Klinik
      3.6 Pemeriksaan Penunjang
      3.7 Penatalaksanaan
3.8 pengkajian
3.9 Diagnosa keperawatan
3.10 Nursing care plane
BAB IV PENUTUP
      5.1 Kesimpulan
      5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA



..................................................................................................................................................................




BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Abses paru adalah suatu kavitas dalam jaringan paru yang berisi material purulent berisikan sel radang akibat proses nekrotik parenkim paru oleh proses terinfeksi.
1.2 Rumusan masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1                     1. Pengertian
2                     2. Klasifikasi
3                     3. Etiologi
4                    4. Patofisiologi
5                    5. Manifesti klinik
6                    6. Pemeriksaan penunjang
.                      7. Penatalaksanaan
                        8. Pengkajian
                        9. NCP

1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan dalam penulisan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan pembaca dan khususnya bagi kami pembuat. 



........................................................................................................................................................................




BAB II
Metode Penulisan
2.1 Metode Penulisan
Penulis mempergunakan metode kajian pustaka. Cara-cara yang digunakan pada penelitian ini adalah studi pustaka.



..................................................................................................................................................................




BAB III
PEMBAHASAN

ABSES PARU

3.1 Pengertian
Abses Paru diartikan sebagai kematian jaringan paru-paru dan pembentukan rongga yang berisi sel-sel mati atau cairan akibat infeksi bakteri.

3.2 Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya, Abses Paru terjadi karena:
Abses paru timbul bila parenkim paru obstruksi, infeksi kemudian proses supurasi dan nekrosis. Perubahan reaksi radang pertama dimulai dari suppurasi dan trombosis pembuluh darah lokal, yang menimbulkan nekrosis dan likuifikasi.
Pembentukan jaringan granulasi terjadi mengelilingi abses, melokalisir proses abses dengan jaringan fibrotik. Suatu saat abses pecah, lalu jaringan nekrosis keluar bersama batuk, kadang terjadi aspirasi pada bagian lain bronkus terbentuk abses baru. Sputumnya biasanya berbau busuk, bila abses pecah ke rongga pleura maka terjadi empyema.

3.3 Etiologi
Kuman atau bakteri penyebab terjadinya Abses paru bervariasi sesuai dengan peneliti dan teknik penelitian yang digunakan. Finegolal dan fisliman mendapatkan bahwa organisme penyebab abses paru lebih dari 89 % adalah kuman anaerob. Asher dan Beandry mendapatkan bahwa pada anak-anak kuman penyebab abses paru terbanyak adalah stapillococous aureus.

3.4 Patofisiologi
Merupakan proses lanjut pneumonia inhalasi bakteria pada penderita dengan faktor predisposisi. Bakteri mengadakan multiplikasi dan merusak parenkim paru dengan proses nekrosis. Bila berhubungan dengan bronkus, maka terbentuklah air fluid level bakteria masuk kedalam parenkim paru selain inhalasi bisa juga dengan penyebaran hematogen (septik emboli) atau dengan perluasan langsung dari proses abses ditempat lain (nesisitatum) misal abses hepar. Kavitas yang mengalami infeksi. Pada beberapa penderita tuberkolosis dengan kavitas, akibat inhalasi bakteri mengalami proses keradangan supurasi. Pada penderita emphisema paru atau polikisrik paru yang mengalami infeksi sekunder. Obstruksi bronkus dapat menyebabkan pneumonia berlajut sampai proses abses paru.
Hal ini sering terjadi pada obstruksi karena kanker bronkogenik. Gejala yang sama juga terlihat pada aspirasi benda asing yang belum keluar. Kadang-kadang dijumpai juga pada obstruksi karena pembesaran kelenjar limphe peribronkial. Pembentukan kavitas pada kanker paru. Pertumbuhan massa kanker bronkogenik yang cepat tidak diimbangi peningkatan suplai pembuluh darah, sehingga terjadi likuifikasi nekrosis sentral. Bila terjadi infeksi dapat terbentuk abses.

3.5 Manifestasi Klinis
1. Gejala klinis
Gejala klinis yang ada pada abses paru hampir sama dengan gejala pneumonia pada umumnya yaitu:
a. Panas badan berkisar 70% – 80% penderita abses paru. Kadang dijumpai dengan temperatur > 400oC.
b. Batuk, pada stadium awal non produktif. Bila terjadi hubungan rongga abses dengan bronkus batuknya menjadi meningkat dengan bau busuk yang khas (Foetor ex oroe (40-75%).
c. Produksi sputum yang meningkat dan Foetor ex oero dijumpai berkisar 40 – 75% penderita abses paru.
d.  50% kasus Nyeri dada
e.  25% kasus Batuk darah
f. Gejala tambahan lain seperti lelah, penurunan nafsu makan dan berat badan. Pada pemeriksaan dijumpai tanda-tanda proses konsolidasi seperti redup, suara nafas yang meningkat, sering dijumpai adanya jari tabuh serta takikardi.
2. Pemeriksaan Radiologis
Pada foto torak terdapat kavitas dengan dinding tebal dengan tanda-tanda konsolidasi disekelilingnya. Kavitas ini bisa multipel atau  2 – 20 cm. dengan ukuran  ini sering dijumpai pada paru kanan lebih dari paru kiri. Bila terdapat hubungan dengan bronkus maka didalam kavitas terdapat Air fluid level. Tetapi bila tidak ada hubungan maka hanya dijumpai tanda-tanda konsolidasi (opasitas).
3. Pemeriksaan laboratorium
a. Pada pemeriksaan darah rutin. Ditentukan leukositosis, meningkat lebih dari 12.000/mm3. bahkan pernah dilaporkan peningkatan sampai dengan 32.700/mm3. Laju endap darah ditemukan meningkat > 58 mm / 1 jam. Pada hitung jenis sel darah putih didapatkan pergeseran shit to the left
b. Pemeriksaan sputum dengan pengecatan gram tahan asam dan KOH merupakan pemeriksaan awal untuk menentukan pemilihan antibiotik secara tepat.
c. Pemeriksaan kultur bakteri dan test kepekaan antibiotikan merupakan cara terbaik dalam menegakkan diagnosa klinis dan etiologis.

3.6 Pemeriksaan penunjang
ü Pemeriksaan fisik
·            Rontgen dada
·            CT scan
·             Drainage postural
·            Fisiotherapi dada
·            Pemeriksaan mikrobiologi
ü Terapi medic
·            Pemberian antibiotika merupakan pilihan utama disamping terapi bedah dan terapi suportif fisio terapi.

3.7 Penatalaksanaan
      Penatalaksanaan Abses paru harus berdasarkkan pemeriksaan mikrobiologi dan data penyakit dasar penderita serta kondisi yang mempengaruhi berat ringannya infeksi paru. Ada beberapa modalitas terapi yang diberikan pada abses paru.
1.   Medika Mentosa
Pada era sebelum antibiotika tingkat kematian mencapai 33% pada era antibiotika maka tingkat kkematian dan prognosa abses paru menjadi lebih baik.
Pilihan pertama antibiotika adalah golongan Penicillin pada saat ini dijumpai peningkatan Abses paru yang disebabkan oleh kuman anaerobs (lebih dari 35% kuman gram negatif anaerob). Maka bisa dipikrkan untuk memilih kombinasi antibiotika antara golongan penicillin G dengan clindamycin atau dengan Metronidazole, atau kombinasi clindamycin dan Cefoxitin.
Alternatif lain adalah kombinasi Imipenem dengan B Lactamase inhibitase, pada penderita dengan pneumonia nosokomial yang berkembang menjadi Abses paru.
Waktu pemberian antibiotika tergantung dari gejala klinis dan respon radiologis penderita. Penderita diberikan terapi 2-3 minggu setelah bebas gejala atau adanya resolusi kavitas, jadi diberikan antibiotika minimal 2-3 minggu.
2.    Drainage
Drainase postural dan fisiotherapi dada 2-5 kali seminggu selama 15 menit diperlukan untuk mempercepat proses resolusi Abses paru. Pada penderita Abses paru yang tidak berhubungan dengan bronkus maka perlu dipertimbangkan drainase melalui bronkoskopi.
3.   Bedah
Reseksi segmen paru yang nekrosis diperlukan bila:
a. Respon yang rendah terhadap therapi antibiotika.
b. Abses yang besar sehingga mengganggu proses ventilasi perfusi
c. Infeksi paru yang berulang
d. Adanya gangguan drainase karena obstruksi.
3.8 Pengkajian
1. Pada pemeriksaan fisik didapatkan takikardia
2. Pada abses paru memberikan gejala klinis panas
3. Batuk
4. Sputum purulen dan berbau disertai malaise
5. Napsu makan dan berat badan turun


3.9  Diagnosa Keperawatan
        Diagnosis abses paru tidak dapat ditegakkan hanya berdasarkan gejalanya yang menyerupai pneumonia maupun hasil pemeriksaan fisik saja.
       Diduga suatu abses paru jika gejala yang menyerupai pneumonia terjadi pada keadaan-keadaan berikut:
1. Kelainan sistem saraf
2. Penyalahgunaan alkohol atau obat lainnya
3. Penurunan kesadaran karena berbagai sebab
    Rontgen dada seringkali bisa menunjukkan adanya abses paru. Abses paru tampak sebagai rongga dengan bentuk yang tidak beraturan dan di dalamnya tampak perbatasan udara dan cairan. Abses paru akibat aspirasi paling sering menyerang segmen posterior paru lobus atas atau segmen superior paru lobus bawah. Ketebalan dinding abses paru bervariasi, bisa tipis ataupun tebal, batasnya bisa jelas maupun samar-samar.
Dindingnya mungkin licin atau kasar. Gambaran yang lebih jelas bisa terlihat pada CT scan. Biakan dahak dari paru-paru bisa membantu menentukan organisme penyebab terjadinya abses.

3.10  Nursing Care Plane
No
Diagnosa Keperawatan
Tujuan
Intervensi
Rasional
    1
Dx:
Kelainan sistem saraf
Ditandai dengan:





DS:
klien mengeluh nyeri pada area dada





DO:
Klien tampak kesakitan

Tampak rileks dan melaporkan nyeri menurun sampai tingkat dapat diatasi.
1. Kaji tingkat abses paru, derajat pengalaman nyeri / timbulnya gejala tiba-tiba dan pengetahuan kondisi saat ini.

2. berikan informasi yang akurat dan jujur





 3. identifikasi sumber/orang yang menolong

1. factor ini mempengaruhi persepsi pasien terhadap ancaman diri





2. menurunkan rasanyeri sehubungan dengan ketidaktahuan/harapan yang akan datang dan memberikan dasar fakta untuk membuat pilihan informasi tentang pengobatan
3. memberikan kenyakinan bahwa pasien tidak sendiri dalam menghadapi masalah
    2
Dx:
Penyalahgunaan alkohol atau obat lainnya.
Ditandai dengan:


DS:
 klien mengeluh pandangannya kabur
DO:
klien tampak menurun ketajaman penglihatannya
1. tampak rileks dan melaporkan ansietas menurun sampai tingkat dapat diatasi


2. Mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap perubahan.
3. Mengidentifikasi / memperbaiki potensial bahaya dalam lingkungan.
1. meningkatkan ketajaman penglihatan






2. orientasikan pasien terhadap lingkungan, staf, orang lain di areanya

3. letakkan barang yang dibutuhkan/posisi bel pemanggil dalam jangkauan pada sisi yang tak di operasi
1. kebutuhan individu dan pilihan intervensi bervariasi sebab kehilangan penglihatan terjadi lambat dan progresif

2. memberikan peningkatan kenyamanan dan kekeluargaan








3. memungkinkan pasien melihat objek lebih rendah dan memudahkan panggilan untuk pertolongan bila diperlukan
    3
Dx:
gangguan sensori perceptual:penglihatan b/d gangguan penerimaan sensori:gangguan status organ indera
DS:
Klien mengeluh penglihatannya berkurang
DO:
Klien tampak mengalami gangguan penerimaan sensori
Mempertahankan lapang ketajaman penglihatan tanpa kehilangan lebih lanjut
1. pastikan derajat/tipe kehilangan


2. dorong mengekspresikan perasaan tentang kehilangan

3. tunjukkan pemberian tetes mata
1. mempengaruhi harapan masa depan pasien dan pilihan intervensi

2. sementara intervensi dini mencegah kebutaan


3. mencegah kehilangan penglihatan lanjut
    4.
Dx:
kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan pengobatan b/d kurang terpajan/tak mengenal sumber
DO:
klien tampak tak akurat mengikuti instruksi

Mengidentifikasi hubungan tanda/gejala dengan proses penyakit
1. diskusikan perlunya menggunakan identifikasi

2. tunjukkan teknik yang benar untuk pemberian tetes mata

3. kaji pentingnya mempertahankan jadwal obat

4. dorong pasien membuat perubahan yang perlu untuk pola hidup
Vital untuk memberikan informasi pada perawat pada kasus darurat


2. meningkatkan keefektifan pengobatan



3. penyakit ini dapat di control


4. pola hidup yang tenang menurukan respons emosi terhadap stress






.................................................................................................................................................................
 


BAB 4
PENUTUP
Kesimpulan
Abses paru adalah suatu kavitas dalam jaringan paru yang berisi material purulent dan sel radang akibat proses nekrotik parenkim paru oleh proses infeksi. Abses paru timbul karena faktor predisposisi seperti gangguan fungsi imun karena obat-obatan, gangguan kesadaran (anestesi, epilepsi), oral higine yang kurang serta obstruksi dan aspirasi benda asing.
Pada abses paru memberikan gejala klinis panas, batuk, sputum purulen dan berbau, disertai malaise, naspu makan dan berat badan yang turun. Pada pemeriksaan fisik didapatkan takikardia, tanda-tanda konsolidasi. Pada pemeriksaan foto polos dada didapatkan gambaran kavitas dengan air fluid level atau proses konsolidasi saja bila kavitas tidak berhubungan dengan bronkus.
Diagnosis pasti bila didapatkan biakan kuman penyebab sehingga dapat dilakukan terapi etiologis.
Pemberian antibiotika merupakan pilihan utama disamping terapi bedah dan terapi suportif fisio terapi.
 Saran
Pelajarilah makalah ini dengan seksama karena bermanfaat baik dalam teori ataupun aplikasi, jagalah dan manfaatkan untuk pribadi atau orang lain.





...........................................................................................................................................................





DAFTAR PUSTAKA
·                             
·         Assegaff H. dkk. Abses Paru dalam Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. AUP. Surabaya, 136 – 41.

·    Finegold SM, Fishman JA. Empyema and Lung Abscess in Fishman’s pulmonary Diseases and disorders 3rd ed, Philadelphia. 1998, 2021 – 32.

·         Garry et al. Lung Abscess in a Lange Clinical Manual Internal Medicina Diagnosis and Therapy 3rd, Oklahoma. 199. 119 – 120.

·         Hammond JMJ et al ; The Ethiology and Anti Microbial Susceptibility Patterns of Microorganism in acute Commuity – Acquired Lung Abscess. Chest. 108, 4, 1995, 937 – 41.

·         Hirshberg B et al. Factors predicting mortality of patients with lung Abscsess, Chest. 115. 3-1999, 746 – 52


Tidak ada komentar:

Menu Dropdown